BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Obat
Tradisional
“Obat
tradisonal adalah bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sari atau
galenik, atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman” (Wasito, 2011:1).
Obat tradisional telah diterima secara
luas di negara berkembang dan di negara maju. Faktor pendorong peningkatan
penggunaan obat herbal diantaranya adalah usia harapan hidup yang lebih panjang
terus meningkat, adanya kegagalan obat sintetik atau modern untuk mengobati
penyakit tertentu seperti kanker serta semakin luasnya akses informasi. Badan
Kesehatan Internasional atau WHO telah merekomendasikan penggunaan obat
tradisional dalam pemeliharaan kesehatan, pencegahan, dan pengobatan penyakit.
Hal ini menunjukkan dukungan WHO terhadap penggunaan obat tradisional sebagai
salah satu alternatif pengobatan yang lebih dikenal back to nature yang dalam
hal tertentu lebih menguntungkan jika dibandingkan pengobatan dengan obat
sintetik. Untuk itu dibutuhkan pengembangan dan penelitian mengenai obat bahan
alam agar diperoleh obat tradisional yang bermutu tinggi, aman, dan memilliki
khasiat nyata yang telah diuji secara ilmiah (Wasito, 2011).
B. Mahkota Dewa
Gambar 1.
Mahkota dewa
(farmasi.ugm.ac.id)
Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) biasanya ditanam di pekarangan sebagai
tanaman hias atau dikebun sebagai tanaman peneduh. Asal tanaman mahkota dewa
belum diketahui namun banyak orang yang memperkirakan tanaman ini berasal dari
Papua. Tanaman ini tumbuh subur pada ketinggian 10 – 1.200 meter diatas
permukaan laut dengan tinggi 1 – 2,5 meter (Ningrum dan Mey, 2012:77).
1. Klasifikasi
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Thymalaeales
Family
: Thymelaeaceae
Genus
: Phaleria
Spesies : Phaleria
macrocarpa
(Departemen
Kesehatan, 1999)
2. Morfologi
tanaman
a.
Batang
Berbentuk
bulat dengan permukaan yang kasar. Warnanya coklat, berkayu dan bergetah.
Percabangannya bersifat simpodial.
b.
Daun
Daun mahkota dewa adalah tunggal.
Letaknya berhadapan dan bertangkai pendek. Bentuknya lenset atau jorong. Ujung
dan pangkalnya runcing. Bagian tepi daun adalah rata. Pertulangannya menyirip
dan permukaannya licin. Warna daunnya hijau tua. Panjangnya 7 – 10 cm dan lebarnya 2 – 5 cm.
c.
Bunga
Bunga mahkota dewa keluar sepanjang
tahun. Letaknya tersebar dibatang atau ketiak daun. Bentuknya tabung berukuran
kecil, berwarna putih, dan aromanya harum.
d.Buah
Buah
mahkota dewa berbentuk bulat dengan diameter 3-5 cm. bagian permukaannya licin
dan beralur. Ketika muda warna buah ini adalah hijau dan ketika masak warnanya
menjadi merah.
Daging buah mahkota dewa berwarna
putih, berserat, dan berair. Sedangkan biji buahnya berbentuk bulat, keras, dan
berwarna coklat.
(Departemen Kesehatan, 1999).
3.
Nama daerah
Mahkota dewa dalam berbagai daerah dikenal dengan nama simalakama (sumatera), makuto rojo, makuto ratu, obat dewa,
pau(obat pusaka), crown of god (Dalimartha, 2003:62).
4. Kandungan
kimia
Dalam
daun dan kulit buah mahkota dewa
terkandung alkaloid, saponin, polifenol dan flavonoid. Didalam daunya
terkandung senyawa flavonoid jenis flavonol (Juwita dan Ratna, 2006 http://jifi.ffup.org/wp-content/uploads/2009/12/4.-fulltexPDF8.pdf).
5. Khasiat
dan kegunaan tanaman
Mahkota dewa memilki khasiat untuk
mengobati penyakit antara lain kanker, disentri, psoriasis, eksim, dan jerawat (Dalimartha, 2003:64-65).
C. Flavonoid
Flavonoid
merupakan senyawa dengan kerangka dasar mempunyai 15 atom C, dua cincin benzen
yang terikat pada suatu rantai propana sehingga susunannya adalah C6 – C3 – C6. .Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk
pada buah, tepung sari, dan akar (Markham, 1988:1).
Flavonoid berperan sebagai analgetik, yang mekanisme kerjanya adalah menghambat
kerja enzim siklooksigenase, dengan demikian akan mengurangi produksi prostaglandin
oleh asam arakidonat sehingga mengurangi rasa nyeri
(Robinson, 1995:194).
Flavonoid yang
terkandung dalam daun mahkota dewa adalah flavonol. Flavonol merupakan zat dari
flavonoid yang jika diuapkan dengan uap amonia akan menunjukkan warna kuning. Flavonol merupakan
zat yang larut dalam air panas dan alkohol
(Robinson, 1995:196) sehingga
sesuai apabila flavonol disari dengan metode infusa karena menggunakan pelarut
air panas.
Gambar 2. Gambar 3.
Senyawa Dasar Flavonoid Flavonol
(uns.ac.id)
(Robinson,
1995:194)
D. Sediaan
Galenik
Sediaan gelenik adalah sediaan yang dibuat
dari bahan baku dari hewan atau tumbuh-tumbuhan yang disari (Anief, 2010:167). Berikut beberapa sediaan galenik :
1. Aqua
aromatik
Air aromatik
merupakan cairan jernih atau agak keruh, mempunyai bau dan rasa yang tidak
menimpang dari bau dan rasa minyak atsiri asal. Air aromatik disimpan dalam
wadah tertutup rapat, terlindungi dari cahaya dan di tempat yang sejuk (
Anief,2010:168).
Pembuatan air aromatik dilakukan dengan melarutkan sejumlah minyak atsiri
dalam air sesuai yang tertera dalam 60 ml etanol (95%), lalu ditambah air
sedikit demi sedikit sambil dikocok kuat-kuat hingga 100 ml. Ditambah 500 mg
Talcum sambil dikocok sekali-kali, dibiarkan selama beberapa jam dan disaring.
Dan 1 bagian volume filtrat diencerkan dengan 39 bagian volume air (Anief, 2010:168).
2.
Ekstrak
Ekstrak adalah
sediaan yang dapat berupa kering, kental dan cair, dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, yaitu maserasi,
perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Sebagai cairan penyari digunakan
air, eter atau campuran etanol dan air. Penyarian dilakukan diluar pengaruh
cahaya matahari langsung (Anief,2010:168).
3. Maserasi
Kecuali dinyatakan lain, maserasi dilakukan sebagai berikut: sepuluh
bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok
dimasukkan kedalam sebuah bejana, lalu dituangi 75 bagian cairan penyari,
ditutup dan didiamkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering
diaduk. Setelah 5 hari campuran tersebut diserkai, diperas, dicuci ampasnya
dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Lalu maserat
dipindah dalam bejana tertutup dan dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari
cahaya selama 2 hari, maserat dienaptuangkan atau disaring (Anief, 2010:169).
4. Perkolasi
Kecuali dinyatakan lain, Perkolasi dilakukan sebagai berikut: sepuuh
bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok
dibasahi dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari, lalu dimasukkan
kedalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam. Masa dipindahkan
sedikit demi sedikit kedalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati,
dituangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan
diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari. Lalu perkolator ditutup
dan dibiarkan selama 24 jam. Kemudian kran dibuka dan dibiarkan cairan penyari
menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, cairan penyari berulang-ulang
ditambahkan secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari secukupnya
di atas simplisia (Anief, 2010:171)
5. Infusa
Infusa merupakan salah
satu teknik ekstraksi yang paling mudah diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat. Selain caranya yang
mudah, alat dan bahan yang digunakan juga dapat dilakukan masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu,
infusa digunakan karena pelarut dari sediaan ini yaitu air dapat melarutkan
senyawa flavonoid yang dalam hal ini diduga dapat memberikan efek analgetik
(Robinson, 1995 :196).
Infusa adalah sediaan
cair yang dibuat dengan menyari (mengekstrak) simplisia nabati dengan air pada
suhu 90o selama lima belas menit.
Infusa dibuat dengan cara mencampur simplisia dengan derajat halus yang
sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai
suhu mencapai 90° sambil sekali-kali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain
flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume
infus yang dikehendaki. Kecuali dinyatakan lain, infusa yang mengandung bukan
bahan khasiat keras dibuat dengan menggunakan 10% simplisia
(Depkes
RI, 1979:12).
E.
Nyeri
1.
Definisi nyeri
Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan
pengalaman emosionl yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan
yang bersifat aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian
dimana terjadi kerusakan. Nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul
ketika jaringan sedang rusak,
dan menyebabkan individu tersebut
bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri (Prasetyo, 2010:2)
Rasa nyeri dalam
kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang berfungsi melindung tubuh.
Nyeri dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan,
seperti peradangan (rematik, encok), infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri
yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis(kalor, listrik),
dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan
zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri
(Tjay ; Kirana, 2007:312).
(Tjay ; Kirana, 2007:312).
Berdasarkan lamanya nyeri, nyeri dibedakan menjadi nyeri akut dan kronis,
yang berbeda cukup signifikan :
a. Nyeri
akut
Nyeri akut adalah nyeri dengan durasi sampai 7 hari yang
biasanya terjadi secara tiba-tiba.
b. Nyeri
kronis
Nyeri kronis
adalah nyeri dengan durasi lebih lama, bahkan bisa
berbulan bulan atau bertahun-tahun, dan sering dianggap sebagai penyakit itu
sendiri (Judha; Sudarti; Afroh, 2012:3).
2.
Klasifikasi Nyeri
Menurut Price
& Wilson (2005) sebagai mana yang dikemukakan
oleh Muhammad Judha, Sudarti, dan Afroh Fauziah dalam
buku Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri
Persalinan (Judha; Sudarti; Afroh, 2012:4), mengklasifikasikan nyeri berdasarkan lokasi atau
sumber, antara lain
a.
Nyeri somatik supervisal (kulit)
Nyeri
kulit berasal dari struktur-struktur superfisal kulit dan jaringan subkutis.
Stimulus yang efektif unruk menimbulkan nyeri di kulit dapat berupa rangsang
mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila kulit hanya yang terlibat, nyeri
sering dirasakan sebagai penyengat, tajam, meringis atau seperti terbakar,
tetapi apabila pembuluh darah ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat nyeri
menjadi berdenyut.
b.
Nyeri somatik dalam
Nyeri
somatik dalam mengacu pada
nyeri yang berasal dari otot,tendon, ligamentum, tulang, sendi ,
dan arteri. Struktur-struktur ini memiliki lebih sedikit reseptor
nyeri sehingga lokalisasi nyeri kulit dan cenderung menyebar ke daerah
sekitarnya.
c. Nyeri
visera
Nyeri
visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh. Reseptor nyeri
visera lebih jarang dibandingkan dengan reseptor nyeri somatik dan terletak di
dinding otot polos organ-organ berongga. Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri
visera adala peregangan atau distensi abnormal dinding atau kapsul organ,
iskemia dan peradangan.
d. Nyeri
alih
Nyeri
alih didefinisikan sebagai nyeri berasal dari salah satu daerah di tubuh tetapi
dirasakan terletak di daerah lain.
e. Nyeri
neuropati
saraf secara normal menyalurkan rangsangan
yang merugikan dari sistem saraf tepi (SST) ke sistem saraf pusat (SSP) yang
menimbulkan perasaan nyeri. Dengan demikian, lesi SST atau SSP dapat
menyebabkan gangguan atau hilangnya sensasi nyeri.
3. Respon Nyeri
Respon seseorang terhadap nyeri
terdiri dari :
a.
Respon
Fisiologis
Respon Fisiologis terhadap nyeri
diantaranya peningkatan frekuensi pernapasan dan denyut jantung, peningkatan
tekanan darah, pucat, mual dan muntah, ketegangan otot, dan kelelahan.
b.
Respon
Perilaku
Respon perilaku yang biasa
ditunjukan seseorang ketika nyeri adalah merubah posisi tubuh, mengusap bagian
yang sakit, menggeretakkan gigi, ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis,
menangis, menjerit, hingga meraung (Prasetyo, 2010:47-48).
F.
Analgetik
1. Definisi
analgetik
Analgetika
atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau
rasa
nyeri
tanpa menghilangkan
kesadaran (perbedaan dengan anastetika umum)
(Tjay; Kirana, 2007:313).
2. Klasifikasi
Analgetik
Menurut Tjay dan Kirana, 2007:313. Atas dasar kerja
farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar, yakni:
a.
Analgetik perifer (non-narkotik), yang
terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk kelompok
ini, obat ini banyak digunakan pada nyeri ringan sampai sedang yang penyebabnya
beraneka ragam.
b. Analgetika
narkotik, khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat
seperti fractura dan kanker.
3. Mekanisme
Kerja Analgetik
Secara umum
obat analgetik bekerja menurunkan produksi mediator nyeri seperti prostaglandin sehingga mengurangi jumlah rangsangan nyeri yang diterima
oleh reseptor
nyeri (Tjay dan
Rahardja, 2007:313).
G. Asam
Mefenamat
Gambar 4.
Struktur Kimia asam mefenamat
(Depkes RI, 1995)
(Depkes RI, 1995)
Rumus molekul :
C15H15NO2 ; Bobot molekul: 241,29
Asam
mefenamat memiliki pemerian yaitu serbuk hablur putih atau hamper putih,
melebur pada suhu lebih kurang 230°C disertai
penguraian. Larut dalam larutan alkali hidroksida, agak sukar larut dalam
kloroform, sukar larut dalam etanol dan methanol, serta praktis tidak larut
dalam air (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995:43)
Asam mefenamat merupakan kelompok antiinflamasi nonsteroid, bekerja dengan
cara menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat
enzyme siklooksigenase sehingga mempunyai efek analgesik, antiinflamasi dan
antipiretik (Fitrianingsih dan Zulkoni, 2009:47).
Asam mefenamat merupakan
derivat-anhranilat yang memiliki daya antiradang, analgetik, dan antipiretik cukup baik. Banyak sekali
digunakan sebagai obat antinyeri, dan antirema. Efek
samping paling sering terjadi adalah gangguan lambung (Tjay
dan Kirana,
2007:331).
H.
Uji
Analgetik
Pada umumnya
daya kerja analgetika dinilai pada hewan dengan mengukur besarnya peningkatan
stimulus nyeri yang harus diberikan sampai ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan
hewan terhadap stimulus nyeri atau juga peranan frekuensi respon nyeri (
Kelompok Kerja ilmiah,1993:3).
1. Metode induksi cara kimia ( metode sigmund )
Obat uji dinilai kemampuannya
dalam menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi secara kimia
(pemberian fenil benzokuinon) pada hewan percobaan mencit. Rasa nyeri ini pada
mencit diperlihatkan dalam bentuk respon gerakan geliatan. Frekuensi gerakan
ini dalam waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya. Adanya
jumlah geliatan yang lebih sedikit sampai 50% dari jumlah geliatan dalam
kelompok kontrol merupakan adanya aktivitas analgetika dalam obat uji ( Kelompok Kerja ilmiah,1993:3).
2. Metode induksi nyeri cara panas
Hewan percobaaan yang
ditempatkan di atas plat panas dengan suhu tetap sebagai stimulus nyeri akan
memberikan respon dalm bentuk mengangkat atau menjilat telapak kaki depan, atau
meloncat. Selang waktu antara pemberian stimulus nyeri dan terjadinya respon,
yang disebut waktu reaksi, dapat diperpanjang oleh pengaruh obat-obat
analgetika. Respon analgetik dinyatakan positif jika waktu reaksi setelah
pemberian obat lebih besar dari 30 detik yang terjadi paling sedikit satu kali,
atau apabila paling sedikit tiga kali pembacaan
memperlihatkan waktu reaksi sama dengan atau lebih besar dari 3 x waktu normal
(sebelum pemberian obat uji atau kelompok kontrol) ( Kelompok Kerja ilmiah,1993:4).
3.
Metode
penapisan analgetik untuk nyeri sendi
Salah satu cara dalam metode penapisan analgetik untuk nyeri sendi adalah
dengan mengurangi atau meniadakan rasa nyeri sendi. Tipe nyeri artritis pada
hewan percobaan yang ditimbulkan oleh suntikan intra artikular larutan AgNO3 1%
( Kelompok Kerja Ilmiah, 1993:5).
I. Hewan Percobaan
Hewan
coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus
diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan coba tersebut digunakan
sebagai model untuk peneltian pengaruh bahan kimia atau obat (hewan coba, http://www.geocities.ws/kuliah_farm/praktkum_farmakologi/hewan_coba). Beberapa
jenis digunakan untuk keperluan penelitian, yaitu:
1. Kelinci
Kelinci merupakan mamalia yang sering ditemukan, memiliki berat 4,5-6,5 kilogram, hewan ini sering
digunakan sebagai hewan percobaan namun bila penanganan kurang
baik kelinci sering berontak dan mencakarkan kuku dari kaki belakang dengan
sangat kuat yang kadang dapat menyakiti dirinya sendiri (hewan coba, http://www.geocities.ws/kuliah_farm/praktkum_farmakologi/hewan_coba).
2. Kera
Kera
adalah termasuk hewan primata,
dimana hewan ini sangat berguna untuk penelitian yang erat hubungannya dengan
manusia. Banyak sekali jenis primata, tetapi yang sering digunakan untuk
keperluan penelitian adalah kera ekor panjang. Cara menangani primata ini memerlukan alat yang
khusus sehingga hewan tidak dapat bergerak dan memberontak (hewan coba, http://www.geocities.ws/kuliah_farm/praktkum_farmakologi/hewan_coba)
3.
Mencit
Gambar 5.
Mencit
(zarakhi.wordpress.com)
Menurut
Foundation for Biomedical Research (FBR), 95% hewan laboratorium adalah tikus.
Ilmuwan bergantung pada tikus karena beberapa alasan. Antara lain, pengerat ini
kecil, mudah disimpan dan dipelihara serta bisa beradaptasi baik dengan
lingkungan baru, berkembang biak dengan cepat, harga relatif murah, dan
genetika sangat mirip manusia (Prasetya, 2012:11-12).
a.
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Subfamily : Murinae
Genus : Mus
Spesies :
Mus musculus
(Prasetya, 2012:137).
b. Morfologi
Mencit putih (Mus musculus) adalah tikus dengan
keseluruhan tubuhnya yaitu dari ujung kepala hingga ekor berwarna putih
sedangkan matanya berwarna merah jambu. Mencit memiliki berat 20-40 gram dan
memiliki masa hidup 1,5-3 tahun (Prasetya, 2012:139).
J. Dosis
Hewan Percobaan
Dosis Obat antara manusia dan hewan
berbeda-beda, untuk itu dalam penelitian yang menggunakan hewan percobaan kita
memerlukan perhitungan konversi dosis dari manusia ke hewan. Berikut nilai
konversi dosis antar spesies berdasarkan luas permukaan tubuh dan volume
sediaan uji yang dapat diberikan pada hewan percobaan (Priyanto, 2010:178-181) :
Tabel 1.
Konversi Dosis
Antar Spesies
|
Mencit
20 g
|
Tikus
200 g
|
Marmut
400 g
|
Kelinci
1,5 kg
|
Anjing
12 kg
|
Manusia
70 kg
|
Mencit
20 g
|
1,0
|
7,0
|
12,25
|
27,8
|
124,2
|
387,9
|
Tikus
200 g
|
0,14
|
1,0
|
1,74
|
3,9
|
17,8
|
56,0
|
Marmut
400 g
|
0,08
|
0,57
|
1,0
|
2,25
|
10,2
|
31,5
|
Kelinci
1,5 kg
|
0,04
|
0,25
|
0,44
|
1,0
|
4,5
|
14,2
|
Anjing
12 kg
|
0,008
|
0,06
|
0,10
|
0,22
|
1,0
|
3,1
|
Manusia
70 kg
|
0,0026
|
0,018
|
0,031
|
0,07
|
0,32
|
1,0
|
Tabel 2.
Volume Sediaan Uji
yang Dapat Diberikan pada Hewan Percobaan (ml)
|
i.v
|
i.m
|
p.o
|
Mencit 20-30 g
|
0,5
|
0,05
|
1,0
|
Tikus 100 g
|
1,0
|
0,1
|
5,0
|
Kelinci 2,5 kg
|
5-10
|
0,5
|
20,0
|
Anjing 5 kg
|
10-20
|
20-50
|
100,0
|
K.
Kerangka
Teori
Pengobatan Nyeri
|
Obat
Tradisional
|
Rasa Nyeri
|
Obat Sintetik
|
Infusa daun mahkota dewa
|
Asam Mefenamat
|
Menghambat
Enzim Siklooksigenase
|
Mengurangi
Produksi Hormon Prostaglandin
|
Efek Analgetik Pada Mencit
|
L. Kerangka Konsep
Infusa daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)
|
Lama waktu reaksi mencit
|
M.
Definisi Operasional
Tabel 3.
Definisi Operasional
Jenis variable
|
Definisi
Operasional
|
Alat Ukur
|
Cara Ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala Ukur
|
Variable
bebas: infusa daun mahkota dewa
|
Sediaan
infusa daun mahkotaa dewa dengan konsentrasi 10%, 20% dan 30% yang akan
dibandingkan dengan aquadest (kontrol -) dan asam
mefenamat
(kontrol +)
|
Timbangan
Gelas
ukur 200 ml
|
Menimbang
Mengukur
volume infusa
|
Didapat
konsentrasi infusa daun mahkota dewa 10%, 20% dan 30% yang akan dibandingkan dengan aquadest (kontrol -) dan asam mefenamat
(kontrol +)
|
Ratio
|
Variabel
terikat: lama waktu reaksi mencit
|
Waktu yang diperlukan mencit
sampai melakukan
respon berupa kaki depan diangkat atau dijilat atau
meloncat
|
Stopwatch
|
Menghitung lama mencit bertahan di plat panas sampai
memberikan respon
|
Detik (pada menit
ke 10, 20, 30, 45, 60, 90 setelah perlakuan)
|
Ratio
|
N. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah :
Ho = Tidak ada perbedaan bermakna konsentrasi infusa daun mahkota dewa dalam memberikan efek analgetik
H1 = Ada perbedaan bermakna konsentrasi infusa daun mahkota dewa dalam memberikan efek analgetik
The 10 best Casinos in New Orleans, LA
BalasHapus10 Best Casinos in New Orleans, LA · 아산 출장안마 Hollywood 삼척 출장안마 Casino at Charles Town Races · Hollywood Casino at Hollywood Bridge Park · The 구리 출장샵 Hollywood Casino at 동두천 출장마사지 Charles Town Races 진주 출장안마