Minggu, 05 Oktober 2014

mahkota dewa bab 2



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.     Obat Tradisional
      Obat tradisonal adalah bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sari atau galenik, atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Wasito, 2011:1).
      Obat tradisional telah diterima secara luas di negara berkembang dan di negara maju. Faktor pendorong peningkatan penggunaan obat herbal diantaranya adalah usia harapan hidup yang lebih panjang terus meningkat, adanya kegagalan obat sintetik atau modern untuk mengobati penyakit tertentu seperti kanker serta semakin luasnya akses informasi. Badan Kesehatan Internasional atau WHO telah merekomendasikan penggunaan obat tradisional dalam pemeliharaan kesehatan, pencegahan, dan pengobatan penyakit. Hal ini menunjukkan dukungan WHO terhadap penggunaan obat tradisional sebagai salah satu alternatif pengobatan yang lebih dikenal back to nature  yang dalam hal tertentu lebih menguntungkan jika dibandingkan pengobatan dengan obat sintetik. Untuk itu dibutuhkan pengembangan dan penelitian mengenai obat bahan alam agar diperoleh obat tradisional yang bermutu tinggi, aman, dan memilliki khasiat nyata yang telah diuji secara ilmiah (Wasito, 2011).


B.  Mahkota Dewa
Gambar 1.
 Mahkota dewa
(farmasi.ugm.ac.id)
Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) biasanya ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias atau dikebun sebagai tanaman peneduh. Asal tanaman mahkota dewa belum diketahui namun banyak orang yang memperkirakan tanaman ini berasal dari Papua. Tanaman ini tumbuh subur pada ketinggian 10 – 1.200 meter diatas permukaan laut dengan tinggi 1 – 2,5 meter (Ningrum dan Mey, 2012:77).
1.      Klasifikasi
Kingdom          : Plantae
Divisi                : Spermatophyta
Subdivisi           : Angiospermae
Kelas                : Dicotyledonae
Ordo                : Thymalaeales
Family : Thymelaeaceae
Genus               : Phaleria
Spesies             : Phaleria macrocarpa
(Departemen Kesehatan, 1999)
2.    Morfologi tanaman
a.     Batang
Berbentuk bulat dengan permukaan yang kasar. Warnanya coklat, berkayu dan bergetah. Percabangannya bersifat simpodial.
b.      Daun
Daun mahkota dewa adalah tunggal. Letaknya berhadapan dan bertangkai pendek. Bentuknya lenset atau jorong. Ujung dan pangkalnya runcing. Bagian tepi daun adalah rata. Pertulangannya menyirip dan permukaannya licin. Warna daunnya hijau tua. Panjangnya 7 – 10  cm dan lebarnya 2 – 5 cm.
c.       Bunga
Bunga mahkota dewa keluar sepanjang tahun. Letaknya tersebar dibatang atau ketiak daun. Bentuknya tabung berukuran kecil, berwarna putih, dan aromanya harum.
d.Buah
            Buah mahkota dewa berbentuk bulat dengan diameter 3-5 cm. bagian permukaannya licin dan beralur. Ketika muda warna buah ini adalah hijau dan ketika masak warnanya menjadi merah.
Daging buah mahkota dewa berwarna putih, berserat, dan berair. Sedangkan biji buahnya berbentuk bulat, keras, dan berwarna coklat.
 (Departemen Kesehatan, 1999).
3.   Nama daerah
Mahkota dewa dalam berbagai daerah dikenal dengan nama simalakama (sumatera), makuto rojo, makuto ratu, obat dewa, pau(obat pusaka), crown of god (Dalimartha, 2003:62).
4.    Kandungan kimia
Dalam daun dan  kulit buah mahkota dewa terkandung alkaloid, saponin, polifenol dan flavonoid. Didalam daunya terkandung senyawa flavonoid jenis flavonol (Juwita dan Ratna, 2006 http://jifi.ffup.org/wp-content/uploads/2009/12/4.-fulltexPDF8.pdf).
5.    Khasiat dan kegunaan tanaman
Mahkota dewa memilki khasiat untuk mengobati penyakit antara lain kanker, disentri, psoriasis, eksim, dan jerawat (Dalimartha, 2003:64-65).
C.       Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa dengan kerangka dasar mempunyai 15 atom C, dua cincin benzen yang terikat pada suatu rantai propana sehingga susunannya adalah C6 – C3 – C6. .Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari, dan akar (Markham, 1988:1).
Flavonoid berperan sebagai analgetik, yang mekanisme kerjanya adalah menghambat kerja enzim siklooksigenase, dengan demikian akan mengurangi produksi prostaglandin oleh asam arakidonat sehingga mengurangi rasa nyeri (Robinson, 1995:194).
Flavonoid yang terkandung dalam daun mahkota dewa adalah flavonol. Flavonol merupakan zat dari flavonoid yang jika diuapkan dengan uap amonia akan  menunjukkan warna kuning. Flavonol merupakan zat yang  larut dalam air panas dan alkohol (Robinson, 1995:196) sehingga sesuai apabila flavonol disari dengan metode infusa karena menggunakan pelarut air panas.
                         
        Gambar 2.                                                                            Gambar 3.
 Senyawa Dasar  Flavonoid                                         Flavonol
          (uns.ac.id)                                                                    (Robinson, 1995:194)

D.      Sediaan Galenik
Sediaan gelenik adalah sediaan yang dibuat dari bahan baku dari hewan atau tumbuh-tumbuhan yang disari (Anief, 2010:167). Berikut beberapa sediaan galenik :
1.    Aqua aromatik
Air aromatik merupakan cairan jernih atau agak keruh, mempunyai bau dan rasa yang tidak menimpang dari bau dan rasa minyak atsiri asal. Air aromatik disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari cahaya dan di tempat yang sejuk ( Anief,2010:168).
Pembuatan air aromatik dilakukan dengan melarutkan sejumlah minyak atsiri dalam air sesuai yang tertera dalam 60 ml etanol (95%), lalu ditambah air sedikit demi sedikit sambil dikocok kuat-kuat hingga 100 ml. Ditambah 500 mg Talcum sambil dikocok sekali-kali, dibiarkan selama beberapa jam dan disaring. Dan 1 bagian volume filtrat diencerkan dengan 39 bagian  volume air (Anief, 2010:168).
2.    Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental dan cair, dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, yaitu maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Sebagai cairan penyari digunakan air, eter atau campuran etanol dan air. Penyarian dilakukan diluar pengaruh cahaya matahari langsung (Anief,2010:168).
3.    Maserasi
Kecuali dinyatakan lain, maserasi dilakukan sebagai berikut: sepuluh bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan kedalam sebuah bejana, lalu dituangi 75 bagian cairan penyari, ditutup dan didiamkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk. Setelah 5 hari campuran tersebut diserkai, diperas, dicuci ampasnya dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Lalu maserat dipindah dalam bejana tertutup dan dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari, maserat dienaptuangkan atau disaring (Anief, 2010:169).
4.    Perkolasi
Kecuali dinyatakan lain, Perkolasi dilakukan sebagai berikut: sepuuh bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dibasahi dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari, lalu dimasukkan kedalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam. Masa dipindahkan sedikit demi sedikit kedalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, dituangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari. Lalu perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Kemudian kran dibuka dan dibiarkan cairan penyari menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, cairan penyari berulang-ulang ditambahkan secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari secukupnya di atas simplisia (Anief, 2010:171)
5.    Infusa
Infusa merupakan salah satu teknik ekstraksi yang paling mudah diaplikasikan dalam  kehidupan masyarakat. Selain caranya yang mudah, alat dan bahan yang digunakan juga dapat dilakukan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, infusa digunakan karena pelarut dari sediaan ini yaitu air dapat melarutkan senyawa flavonoid yang dalam hal ini diduga dapat memberikan efek analgetik (Robinson, 1995 :196).
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari (mengekstrak) simplisia nabati dengan air pada suhu 90o selama lima belas menit.
Infusa dibuat dengan cara mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas  tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90° sambil sekali-kali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki. Kecuali dinyatakan lain, infusa yang mengandung bukan bahan khasiat keras dibuat dengan menggunakan 10% simplisia (Depkes RI, 1979:12).




E.     Nyeri
1.    Definisi nyeri
Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosionl yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan. Nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri (Prasetyo, 2010:2)
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang berfungsi melindung tubuh. Nyeri dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan (rematik, encok), infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis(kalor, listrik), dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri
(Tjay ; Kirana, 2007:312).
Berdasarkan lamanya nyeri, nyeri dibedakan menjadi nyeri akut dan kronis, yang berbeda cukup signifikan :
a.      Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri dengan durasi sampai 7 hari yang biasanya terjadi secara tiba-tiba.



b.      Nyeri kronis
Nyeri kronis adalah  nyeri dengan durasi lebih lama, bahkan bisa berbulan bulan atau bertahun-tahun, dan sering dianggap sebagai penyakit itu sendiri (Judha; Sudarti; Afroh, 2012:3).
2.      Klasifikasi Nyeri
Menurut Price & Wilson (2005) sebagai mana yang dikemukakan oleh Muhammad Judha, Sudarti, dan Afroh Fauziah dalam buku Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan (Judha; Sudarti; Afroh, 2012:4), mengklasifikasikan nyeri berdasarkan lokasi atau sumber, antara lain
a.    Nyeri somatik supervisal (kulit)
Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur superfisal kulit dan jaringan subkutis. Stimulus yang efektif unruk menimbulkan nyeri di kulit dapat berupa rangsang mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila kulit hanya yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai penyengat, tajam, meringis atau seperti terbakar, tetapi apabila pembuluh darah ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat nyeri menjadi berdenyut.
b.   Nyeri somatik dalam
Nyeri somatik dalam  mengacu  pada nyeri yang berasal dari otot,tendon, ligamentum, tulang, sendi , dan arteri. Struktur-struktur ini memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri kulit dan cenderung menyebar ke daerah sekitarnya.


c.    Nyeri visera
Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh. Reseptor nyeri visera lebih jarang dibandingkan dengan reseptor nyeri somatik dan terletak di dinding otot polos organ-organ berongga. Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera adala peregangan atau distensi abnormal dinding atau kapsul organ, iskemia dan peradangan.
d.    Nyeri alih
Nyeri alih didefinisikan sebagai nyeri berasal dari salah satu daerah di tubuh tetapi dirasakan terletak di daerah lain.
e.   Nyeri neuropati
 saraf secara normal menyalurkan rangsangan yang merugikan dari sistem saraf tepi (SST) ke sistem saraf pusat (SSP) yang menimbulkan perasaan nyeri. Dengan demikian, lesi SST atau SSP dapat menyebabkan gangguan atau hilangnya sensasi nyeri.
3.      Respon Nyeri
Respon seseorang terhadap nyeri terdiri dari :
a.   Respon Fisiologis
Respon Fisiologis terhadap nyeri diantaranya peningkatan frekuensi pernapasan dan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, pucat, mual dan muntah, ketegangan otot, dan kelelahan.
b.   Respon Perilaku
Respon perilaku yang biasa ditunjukan seseorang ketika nyeri adalah merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, menggeretakkan gigi, ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis, menangis, menjerit, hingga meraung (Prasetyo, 2010:47-48).

F.        Analgetik
1.    Definisi analgetik
Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau  menghalau  rasa  nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anastetika umum) (Tjay; Kirana, 2007:313).
2.    Klasifikasi Analgetik
Menurut Tjay dan Kirana, 2007:313. Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar, yakni:
a.    Analgetik perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk kelompok ini, obat ini banyak digunakan pada nyeri ringan sampai sedang yang penyebabnya beraneka ragam.
b.    Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat seperti fractura dan kanker.

3.   Mekanisme Kerja Analgetik
Secara umum obat analgetik bekerja menurunkan produksi mediator nyeri seperti prostaglandin sehingga mengurangi jumlah rangsangan nyeri yang diterima oleh reseptor nyeri (Tjay dan Rahardja, 2007:313).

G.      Asam Mefenamat




Gambar 4.
Struktur Kimia asam mefenamat
(Depkes RI, 1995)

     Rumus molekul : C15H15NO2 ; Bobot molekul: 241,29
Asam mefenamat memiliki pemerian yaitu serbuk hablur putih atau hamper putih, melebur pada suhu lebih kurang 230°C disertai penguraian. Larut dalam larutan alkali hidroksida, agak sukar larut dalam kloroform, sukar larut dalam etanol dan methanol, serta praktis tidak larut dalam air (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995:43)
Asam mefenamat merupakan kelompok antiinflamasi nonsteroid, bekerja dengan cara menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzyme siklooksigenase sehingga mempunyai efek analgesik, antiinflamasi dan antipiretik (Fitrianingsih dan Zulkoni, 2009:47).
Asam mefenamat merupakan derivat-anhranilat yang memiliki daya antiradang, analgetik, dan antipiretik cukup baik. Banyak sekali digunakan sebagai obat antinyeri, dan antirema. Efek samping paling sering terjadi adalah gangguan lambung (Tjay dan Kirana, 2007:331).


H.    Uji Analgetik
Pada umumnya daya kerja analgetika dinilai pada hewan dengan mengukur besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan sampai ada respon nyeri atau jangka waktu  ketahanan hewan terhadap stimulus nyeri atau juga peranan frekuensi respon nyeri ( Kelompok Kerja ilmiah,1993:3).
1.    Metode induksi cara kimia ( metode sigmund )
Obat uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi secara kimia (pemberian fenil benzokuinon) pada hewan percobaan mencit. Rasa nyeri ini pada mencit diperlihatkan dalam bentuk respon gerakan geliatan. Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya. Adanya jumlah geliatan yang lebih sedikit sampai 50% dari jumlah geliatan dalam kelompok kontrol merupakan adanya aktivitas analgetika dalam obat uji ( Kelompok Kerja ilmiah,1993:3).
2.    Metode induksi nyeri cara panas
Hewan percobaaan yang ditempatkan di atas plat panas dengan suhu tetap sebagai stimulus nyeri akan memberikan respon dalm bentuk mengangkat atau menjilat telapak kaki depan, atau meloncat. Selang waktu antara pemberian stimulus nyeri dan terjadinya respon, yang disebut waktu reaksi, dapat diperpanjang oleh pengaruh obat-obat analgetika. Respon analgetik dinyatakan positif jika waktu reaksi setelah pemberian obat lebih besar dari 30 detik yang terjadi paling sedikit satu kali, atau apabila paling sedikit tiga kali pembacaan memperlihatkan waktu reaksi sama dengan atau lebih besar dari 3 x waktu normal (sebelum pemberian obat uji atau kelompok kontrol) ( Kelompok Kerja ilmiah,1993:4).
3.    Metode penapisan analgetik untuk nyeri sendi
Salah satu cara dalam metode penapisan analgetik untuk nyeri sendi adalah dengan mengurangi atau meniadakan rasa nyeri sendi. Tipe nyeri artritis pada hewan percobaan yang ditimbulkan oleh suntikan intra artikular larutan AgNO3 1% ( Kelompok Kerja Ilmiah, 1993:5).

I.       Hewan Percobaan
Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan coba tersebut digunakan sebagai model untuk peneltian pengaruh bahan kimia atau obat (hewan coba, http://www.geocities.ws/kuliah_farm/praktkum_farmakologi/hewan_coba). Beberapa jenis digunakan untuk keperluan penelitian, yaitu:
1.   Kelinci
Kelinci merupakan mamalia yang sering ditemukan, memiliki berat 4,5-6,5 kilogram, hewan ini sering digunakan sebagai hewan percobaan namun bila penanganan kurang baik kelinci sering berontak dan mencakarkan kuku dari kaki belakang dengan sangat kuat yang kadang dapat menyakiti dirinya sendiri (hewan coba, http://www.geocities.ws/kuliah_farm/praktkum_farmakologi/hewan_coba).
2.     Kera
Kera adalah termasuk hewan primata, dimana hewan ini sangat berguna untuk penelitian yang erat hubungannya dengan manusia. Banyak sekali jenis primata, tetapi yang sering digunakan untuk keperluan penelitian adalah kera ekor panjang. Cara menangani primata ini memerlukan alat yang khusus sehingga hewan tidak dapat bergerak dan memberontak (hewan coba, http://www.geocities.ws/kuliah_farm/praktkum_farmakologi/hewan_coba)
3.      Mencit
Gambar 5.
 Mencit
(zarakhi.wordpress.com)

Menurut Foundation for Biomedical Research (FBR), 95% hewan laboratorium adalah tikus. Ilmuwan bergantung pada tikus karena beberapa alasan. Antara lain, pengerat ini kecil, mudah disimpan dan dipelihara serta bisa beradaptasi baik dengan lingkungan baru, berkembang biak dengan cepat, harga relatif murah, dan genetika sangat mirip manusia (Prasetya, 2012:11-12).
a.      Klasifikasi
Kingdom          : Animalia
Phylum : Chordata
Class                : Mamalia
Ordo                : Rodentia
Family              : Muridae
Subfamily          : Murinae
Genus               : Mus
Spesies             : Mus musculus
(Prasetya, 2012:137).

b.      Morfologi
Mencit putih (Mus musculus) adalah tikus dengan keseluruhan tubuhnya yaitu dari ujung kepala hingga ekor berwarna putih sedangkan matanya berwarna merah jambu. Mencit memiliki berat 20-40 gram dan memiliki masa hidup 1,5-3 tahun (Prasetya, 2012:139).

J.      Dosis Hewan Percobaan
Dosis Obat antara manusia dan hewan berbeda-beda, untuk itu dalam penelitian yang menggunakan hewan percobaan kita memerlukan perhitungan konversi dosis dari manusia ke hewan. Berikut nilai konversi dosis antar spesies berdasarkan luas permukaan tubuh dan volume sediaan uji yang dapat diberikan pada hewan percobaan (Priyanto, 2010:178-181) :
Tabel 1.
Konversi Dosis Antar Spesies


Mencit 20 g
Tikus 200 g
Marmut 400 g
Kelinci 1,5 kg
Anjing 12 kg
Manusia 70 kg
Mencit 20 g
1,0
7,0
12,25
27,8
124,2
387,9
Tikus 200 g
0,14
1,0
1,74
3,9
17,8
56,0
Marmut 400 g
0,08
0,57
1,0
2,25
10,2
31,5
Kelinci 1,5 kg
0,04
0,25
0,44
1,0
4,5
14,2
Anjing 12 kg
0,008
0,06
0,10
0,22
1,0
3,1
Manusia 70 kg
0,0026
0,018
0,031
0,07
0,32
1,0

Tabel 2.
Volume Sediaan Uji yang Dapat Diberikan pada Hewan Percobaan (ml)


i.v
i.m
p.o
Mencit 20-30 g
0,5
0,05
1,0
Tikus 100 g
1,0
0,1
5,0
Kelinci 2,5 kg
5-10
0,5
20,0
Anjing 5 kg
10-20
20-50
100,0


K.    Kerangka Teori
Pengobatan Nyeri
Obat Tradisional
Rasa Nyeri
Obat Sintetik
Infusa daun  mahkota dewa
Asam Mefenamat
Menghambat Enzim Siklooksigenase
Mengurangi Produksi Hormon Prostaglandin
Efek Analgetik Pada Mencit
 















L.       Kerangka Konsep

Infusa daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)
Lama waktu  reaksi mencit
               Variabel Bebas                                              Variabel Terikat






M.  Definisi Operasional


Tabel 3.
Definisi Operasional

Jenis variable
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Variable bebas: infusa daun mahkota dewa
Sediaan infusa daun mahkotaa dewa dengan konsentrasi 10%, 20% dan 30% yang akan dibandingkan dengan aquadest (kontrol -) dan asam mefenamat (kontrol +)
Timbangan




Gelas ukur 200 ml
Menimbang




Mengukur volume infusa
Didapat konsentrasi infusa daun mahkota dewa 10%, 20% dan 30% yang akan dibandingkan dengan aquadest (kontrol -) dan asam mefenamat (kontrol +)
Ratio

Variabel terikat: lama waktu reaksi mencit

Waktu yang diperlukan mencit sampai melakukan respon berupa kaki depan diangkat atau dijilat atau meloncat
Stopwatch
Menghitung lama mencit bertahan di plat panas sampai memberikan respon
Detik (pada menit ke 10, 20, 30, 45, 60, 90 setelah perlakuan)
Ratio




N.    Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah :
Ho = Tidak ada perbedaan bermakna konsentrasi infusa daun mahkota dewa dalam memberikan efek analgetik

H1 = Ada perbedaan bermakna konsentrasi infusa daun mahkota dewa dalam memberikan efek analgetik

1 komentar:

  1. The 10 best Casinos in New Orleans, LA
    10 Best Casinos in New Orleans, LA · 아산 출장안마 Hollywood 삼척 출장안마 Casino at Charles Town Races · Hollywood Casino at Hollywood Bridge Park · The 구리 출장샵 Hollywood Casino at 동두천 출장마사지 Charles Town Races 진주 출장안마

    BalasHapus